BAB II 
KAJIAN PUSTAKA 

 A. Kemampuan Berhitung Bagi Anak Usia Dini 
1. Pengertian Berhitung

Dalam pembelajaran permainan berhitung pemula di taman kanak-kanak (2000:1) dijelaskan bahwa berhitung merupakan bagian dari matematika, diperlukan untuk menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar.  
Pengertian kemampuan berhitung permulaan menurut Susanto (2011:98) adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah, yang berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan. 

Sedangkan Sriningsih,N (2008:63) mengungkapkan bahwa kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta. Anak menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda konkret. Pada usia 4 tahun mereka dapat menyebutkan urutan bilangan sampai sepuluh. Sedangkan usia 5 sampai 6 tahun dapat menyebutkan bilangan sampai seratus. Dari pengertian berhitung diatas, dapat disimpulkan bahwa berhitung merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak dalam hal matematika seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau membilang dan mengenai jumlah untuk menumbuh kembangkan ketrampilan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan juga dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar bagi anak. 

2. Tujuan Pembelajaran Berhitung 

Depdiknas (2000:2) menjelaskan tujuan dari pembelajaran berhitung di Taman Kanak-kanak, yaitu secara umum berhitung permulaan di Taman Kanak-kanak adalah untuk mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks. Sedangkan secara khusus dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda-benda konkrit gambar-gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar, anak dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan kemampuan berhitung, ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang lebih tinggi, memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuai peristiwa yang terjadi di sekitarnya, dan memiliki kreatifitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan. Menurut Piaget (dalam Suyanto S, 2005:161) menyatakan bahwa: 

”Tujuan pembelajaran matematika untuk anak usia dini sebagai logico- mathematical learning atau belajar berpikir logis dan matematis dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit. Jadi tujuannya bukan agar anak dapat menghitung seratus atau seribu tetapi memahami bahasa matematis dan penggunaannya untuk berpikir”

Jadi dapat disimpulkan tujuan dari pembelajaran berhitung di Taman Kanak-kanak yaitu untuk melatih anak berpikir logis dan sistematis sejak dini dan mengenalkan dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks. 

3. Prinsip-prinsip Berhitung

Menurut Depdiknas (2000:8) mengemukakan prinsip-prinsip dalam menerapkan permainan berhitung di Taman Kanak-kanak yaitu permainan berhitung diberikan secara bertahap, diawali dengan menghitung benda- benda atau pengalaman peristiwa konkrit yang dialami melalui pengamatan terhadap alam sekitar dan melalui tingkat kesukarannya, misalnya dari konkrit ke abstrak, mudah ke sukar, dan dari sederhana ke yang lebih kompleks. Permainan berhitung akan berhasil jika anak diberi kesempatan berpartisipasi dan dirangsang untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri. Permainan berhitung membutuhkan suasana menyenangkan dan memberikan rasa aman serta kebebasan bagi anak. Untuk itu diperlukan alat peraga/media yang sesuai dengan benda sebenarnya (tiruan), menarik dan bervariasi, mudah digunakan dan tidak membahayakan. Selain itu bahasa yang digunakan didalam pengenalan konsep berhitung seyogyanya bahasa yang sederhana dan jika memungkinkan mengambil contoh yang terdapat di lingkungan sekitar. 

Lebih lanjut Yew (dalam Susanto, 2011:103) mengungkapkan beberapa prinsip dalam mengajarkan berhitung pada anak, diantaranya membuat pelajaran yang menyenangkan, mengajak anak terlibat secara langsung, membangun keinginan dan kepercayaan diri dalam menyesuaikan berhitung, hargai kesalahan anak dan jangan menghukumnya, fokus pada apa yang anak capai. Pelajaran yang mengasyikan dengan melakukan aktivitas yang menghubungkan kegiatan berhitung dengan kehidupan sehari-hari. Dari prinsip-prinsip di atas dapat disimpulkan prinsip-prinsip berhitung untuk anak usia dini yaitu pembelajaran secara langsung yang dilakukan oleh anak didik melalui bermain atau permainan yang diberikan secara bertahap, menyenangkan bagi anak didik dan tidak memaksakan kehendak guru dimana anak diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau terlibat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya. 

4. Tahap Penguasaan Berhitung

Depdiknas (2000:7) mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak-kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. Penguasaan konsep adalah pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa konkrit, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan. Masa transisi adalah proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara individual berbeda. Misalnya, ketika guru menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsep sama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu itu. Piaget (Suyanto S 2005:160) mengungkapkan bahwa matematika untuk anak usia dini tidak bisa diajarkan secara langsung. Sebelum anak mengenal konsep bilangan dan operasi bilangan, anak harus dilatih lebih dahulu mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik yang disebut sebagai abstraksi sederhana (simple abstraction) yang dikenal pula dengan abstraksi empiris. Kemudian anak dilatih berpikir simbolik lebih jauh, yang disebut abstraksi reflektif (reflectife abstraction). Langkah selanjutnya ialah mengajari anak menghubungkan antara pengertian bilangan dengan simbol bilangan. 

Burns & Lorton (Sudono A, 2010: 22) menjelaskan lebih terperinci bahwa setelah konsep dipahami oleh anak, guru mengenalkan lambang konsep. Kejelasan hubungan antara konsep konkrit dan lambang bilangan menjadi tugas guru yang sangat penting dan tidak tergesa-gesa. Sedangkan lambang merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan 7, merah untuk melambangkan konsep warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang, dan persegi empat untuk menggambarkan konsep bentuk. 

Burns & Lorton ( Sudono A, 2010:22) mengungkapkan bahwa pada tingkat ini biarkan anak diberi kesempatan untuk menulis lambang bilangan atas konsep konkrit yang telah mereka pahami. Berilah mereka kesempatan yang cukup untuk menggunakan alat konkrit hingga mereka melepaskannya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa berhitung di Taman Kanak-kanak dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. 

5. Manfaat Pengenalan Berhitung

Kecerdasaan matematika mencangkup kemampuan untuk menggunakan angka dan perhitungan, pola dan logika, dan pola pikir ilmiah. Secara umum permainan matematika bertujuan mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sejak usia dini sehingga anak-anak akan siap , mengikuti pembelajaran matematika pada jenjang berikutnya disekolah dasar. 

Menurut Suyanto, S (2005:57) manfaat utama pengenalan matematika, termasuk didalamnya kegiatan berhitung ialah mengembangkan aspek perkembangan dan kecerdasan anak dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis dan matematis. Permainan matematika menurut Siswanto (2008:44) mempunyai manfaat bagi anak-anak, dimana melalui berbagai pengamatan terhadap benda disekelilingnya dapat berfikir secara sistematis dan logis, dapat beradaptasi dan menyesuiakan dengan lingkungannya yang dalam keseharian memerlukan kepandaian berhitung. Memiliki apresiasi, konsentrasi serta ketelitian yang tinggi. Mengetahui konsep ruang dan waktu. Mampu memperkirakan urutan sesuatu. Terlatih, menciptakan sesuatu secara spontan sehingga memiliki kreativitas dan imajinasi yang tinggi. Anak-anak yang cerdas matemati-logika anak dengan memberi materi-materi konkrit yang dapat dijadikan bahan percobaan. Kecerdasaan matematika –logika juga dapat ditumbuhkan melalui interaksi positif yang mampu memuaskan rasa ingin tahu anak. Oleh karena itu, guru harus dapat menjawab pertanyaan anak dan member penjelasan logis, selain itu guru perlu memberikan permainan- permainan yang memotivasi logika anak. 

Menurut sujiono (2008:11.5) permainan matematika yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di TK bermanfaat antara lain, pertama membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan. Kedua, menghindari ketakutan terhadap matematika sejak awal. Ketiga, membantu anak belajar secara alami melalui kegiatan bermain. Permainan matematika yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di Taman Kanak-kanak bermanfaat antara lain, pertama membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan. Kedua, menghindari ketakutan terhadap matematika sejak awal. Ketiga, membantu anak belajar secara alami melalui kegiatan bermain. 6. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berhitung pada Anak Perkembangan dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Apabila anak sudah menunjukan masa peka (kematangan) untuk berhitung, maka orang tua dan guru di TK harus tanggap untuk segera memberikan layanan dan bimbingan sehingga kebutuhan anak dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju perkembangan kemampuan berhitung yang optimal. Anak usia TK adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan berhitung di jalur matematika, karena usia TK sangat peka terhadap rangsangan yang di terima dari lingkungan. Contohnya: Ketika guru menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah apel), anak- anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsep sama, sekaligus mengenalkan bentuktu lambang dari angka satu itu. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan tersalurkan apabila mendapat stimulasi/rangsangan/motivasi yang sesuai dengan tugas perkembangannya. Apabila kegiatan berhitung diberikan melalui berbagai macam permainan tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan wahana belajar dan bekerja bagi anak. Di yakini bahwa anak akan lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kemampuannya. (Murdjito, 2007) 7. Penerapan Media dalam Pengembangan Kognitif Salah satu tujuan pendidikan adalah mengoptimalkan kemampuan anak dan membantu mengembangkan kemampuan yang sempurna secara fisik, intelektual dan emosional. De orter (1992) dalam teorinya “Quantum Learning” mengungkapkan bahwa manusia sebagai individu memiliki potensi untuk berkembang (potential to growth) hampir tidak terbatas. Namun kita hanya memanfaatkan sebagian kecil saja dari kemampuan-kemampuan tersebut. Ini disebabkan karena kita tidak menggunakan media yang tepat untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Oleh karena itu kita mencoba memusatkan perhatian kepada maksimalisasi penggunaan media sejak anak berada di bangku TK. Apalagi jika kita lihat perkembangan media akhir-akhir ini sangat cepat dan bahkan muncul apa yang kita sebut dengan teknologi multimedia. Kehadiran media ini diharapkan mampu mengembangkan potensi anak secara optimal dan menjadikan proses belajar mengajar menjadi lebih optimal. Namun demikian kita tetap harus tetap menyimak Gagne (1971) yang menyatakan bahwa tidak ada satu media yang sempurna dan dapat memenuhi semua keperluan. Namun, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjadikan berbagai media berada di tengah-tengah kita. Kita yang berada di alam bebas dan menyatu dengan suasana keriangan anak berusaha tetap memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada di sekitar kita. Tanpa harus meninggalkan dan menjauhi media elektronik, kita akan terus mengembangkan media sederhana yang aman, murah, efektif, dan mudah dibuat. Banyak hal yang bisa kita buat dan kembangkan namun dari sejumlah media yang bisa dikembangkan maka beberapa hal berikut ini adalah media yang mungkin bisa dikembangkan dimanfaatkan oleh banyak kalangan guru. Media yang bisa dimanfaatkan antara lain adalah boneka. Anak kecil menyenangi permainan boneka. Boneka dapat juga digunakan untuk mewujudkan berbagai bentuk dan wajah manusia. Fungsi/kegunaannya antara lain : a) Alat peraga untuk kegiatan bermain sandiwara yang berkaitan dengan perkembangan kognitif (Berhitung permulaan), b) Untuk merangsang kepekaan berpikir (perkembangan kognitif), c) meningkatnya daya nalar. 

B. Kemampuan Bahasa pada Anak Usia Dini 
1. Pengertian Bahasa

Beberapa ahli sepakat bahwa bahasa mencakup cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan individu dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol seperti lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan maupun mimik yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Bahasa sebagai fungsi dari suatu komunikasi memungknkan dua individu atau lebih mengekspresikan berbagai ide, arti, pengalaman, dan perasaan. Badudu (1989) menyatakan bahwa bahasa adalah alat penghubung atau alat komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Bahasa sebagai suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer (manasuka) digunakan masyarakat dalam rangka untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Berbahasa berarti menggunakan bahasa berdasarkan pengetahuan individu tentang adat dan sopan santun. 

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa merupakan suatu sistem lambang yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh anggota masyarakat yang bersifat arbitrer dan manusiawi. 

Bromley (1992) mendefinisikan bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal. Simbol-simbol visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dan dibaca, sedangkan simbol-simbol verbal dapat diucapkan dan didengar. Anak dapat memanipulasi simbol-simbol tersebut dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan berpikirnya. Ada berbagai pandangan mengenai bahasa sehubungan dengan definisi dan fungsi bahasa. 

Berbagai pemahaman tentang bahasa dapat dikaji dalam bahan berikut ini. Bromley (1992) menjelaskan perbedaan antara komunikasi dan bahasa. Memahami perbedaan antara bahasa dan komunikasi diperlukan sebelum mempelajari lebih jauh tentang cara bahasa diperoleh dan dikembangkan. Sistem simbol dalam bahasa ditandai oleh adanya daya cipta dan sistem aturan yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Fonologi adalah studi tentang sistem bunyi-bunyian bahasa. Adapun ketentuan fonologis menyebabkan beberapa urutan bunyi tertentu dapat terjadi seperti sp, ba, ar, sedangkan urutan bunyi seperti zx dan qp tidak dapat terjadi. Morfologi mengacu pada ketentuan-ketentuan pengkombinasian morfem. Morfem merupakan rangkaian bunyi-bunyian terkecil yang memberi makna pada apa yang kita ucapkan dan dengarkan. Setiap kata dalam bahasa Inggris terdiri dari satu atau lebih morfem. Beberapa kata terdiri dari satu morfem tunggal (misalnya, teach), sedangkan yang lain meliputi lebih dari satu morfem (misalnya teacher memiliki dua morfem, teach + er, dimana morfem er berarti “orang yang”; dalam hal ini mengajar). Namun demikian tidak semua morfem merupakan kata (misalnya pre-, tion dan ing). Dengan adanya ketentuan yang mengatur morfem, rangkaian bunyi-bunyian tertentu terjadi pada urutan tertentu. Seperti dalam kata teacher, tidak akan diurutkan menjadi erteach. Sintaksis melibatkan pengkombinasian kata-kata dalam membentuk ungkapan dan kalimat yang sesuai. 

2. Bentuk dan Fungsi Bahasa

Kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Sebagai alat sosialisasi, bahasa merupakan suatu cara merespons orang lain. Bromley (1992) menyebutkan empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan berbahasa berbeda dengan kemampuan berbicara. 

Bahasa merupakan suatu sistem tata bahasa yang relatif rumit dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan berbicara merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata-kata. Bahasa ada yang bersifat reseptif (dimengerti, diterima) maupun ekspresif (dinyatakan). Contoh bahasa reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu informasi, sedangkan contoh bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan informasi untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Anak menerima dan mengekspresikan bahasa dengan berbagai cara. 

Keterampilan menyimak dan membaca merupakan keterampilan bahasa reseptif karena dalam keterampilan ini makna bahasa diperoleh dan diproses melalui simbol visual dan verbal. Ketika anak menyimak dan membaca, mereka memahami bahasa berdasarkan konsep pengetahuan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, menyimak dan membaca juga merupakan proses pemahaman (comprehending process). 

Berbicara dan menulis merupakan keterampilan bahasa ekspresif yang melibatkan pemindahan arti melalui simbol visual dan verbal yang diproses dan diekspresikan anak. Ketika anak berbicara dan menulis, mereka menyusun bahasa dan mengkonsep arti. Dengan demikian berbicara dan menulis adalah proses penyusunan (composing process). 

Bahasa digunakan untuk mengekspresikan keunikan individu. Bromley menyebutkan 5 macam fungsi bahasa sebagai berikut: 
a) Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu. Anak usia dini belajar kata-kata yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan utama mereka. Anak yang lapar dan mengatakan ‘mam-mam’ mendapatkan makanan lebih cepat daripada anak yang menginginkan makanan dengan cara menangis. Dengan memperoleh makanan setelah mengatakan ‘mam-mam’ maka makanan menjadi penguat bagi anak untuk mengulang kata tersebut jika menginginkan makanan lagi, 
b) Bahasa dapat mengubah dan mengontrol perilaku. Anak-anak belajar bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungan dan mengarahkan perilaku orang dewasa dengan menggunakan bahasa. Anak usia dini yang mengatakan ‘ci luk ba’ memahami makna kata-kata tersebut bahwa ia harus menyembunyikan wajahnya dan orang dewasa dapat melihat wajah anak kembali setelah menunggu beberapa saat. Orang dewasa dan anak yang melakukan permainan tersebut akan mengerti perilaku apa yang harus dikerjakan oleh masing-masing pihak, 
c) Bahasa membantu perkembangan kognitif. Secara simbolik, bahasa menjelaskan hal yang nyata dan tidak nyata. Bahasa memudahkan kita untuk mengingat kembali suatu informasi dan menghubungkannya dengan informasi yang baru diperoleh. Bahasa juga berperan dalam membuat suatu kesimpulan tentang masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang. Bahasa meupakan sistem dimana kita menambah pengetahuan yang kita akumulasikan melalui pengalaman dan belajar. Bahasa memudahkan kita untuk menyimpan dan menyeleksi informasi yang kita gunakan untuk menganalisis dan memecahkan masalah. Bahasa membantu kita untuk mengetahui informasi secara lebih mendalam. Ketika kita menulis atau membicarakan sebuah topik, kita menjelaskan ide-ide sekaligus menghasilkan pengetahuan baru, 
d) Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain. Bahasa berperan dalam hubungan dengan orang sekitar. Kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam kelompok dan berpartisipasi dalam masyarakat. Bahasa berperan untuk kesuksesan sosialisasi individu, 
e) Bahasa mengekspresikan keunikan individu. Hal ini dengan jelas dapat terlihat dari cara anak usia dini yang sering kali mengkomunikasikan pengetahuan, pemahaman, dan pendapatnya dengan cara mereka yang khas yang merupakan refleksi perkembangan kepribadian mereka. 

3. Teori-teori Pengembangan Bahasa

a. Teori Nativis 

Para ahli nativis berpendapat bahwa bahasa merupakan pembawaan dan bersifat alamiah. Mereka menekankan adanya peran evolusi biologis dalam membentuk individu menjadi makhluk linguistik. Dalam belajar bahasa, individu memiliki kemampuan tata bahasa bawaan untuk mendeteksi kategori bahasa tertentu seperti fonologi, sintaksis, dan semantik, yang tidak dipengaruhi oleh inteligensi maupun pengalaman individu. Para ahli nativis menjelaskan bahwa kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh kematangan seiring dengan pertumbuhan anak. Pandangan para ahli nativis yang memisahkan antara belajar bahasa dengan perkembangan kognitif dikritik berkenaan dengan kenyataan bahwa anak belajar bahasa dari lingkungan sekitarnya dan memiliki kemampuan untuk mengubah bahasanya jika lingkungannya berubah. 

b. Teori Behavioristik 

Para ahli teori behavioristik berpendapat bahwa anak dilahirkan tanpa membawa kemampuan apapun. Dengan demikian, anak harus belajar (dalam hal ini belajar berbahasa) melalui pengkondisian dari lingkungan, proses imitasi, dan diberikan reinforcement (penguat). Para ahli perilaku menjelaskan beberapa faktor penting dalam mempelajari bahasa yaitu imitasi, reward, reinforcement, dan frekuensi suatu perilaku. Skinner memandang perkembangan bahasa dari sudut stimulus-respons, yang memandang berpikir sebagai proses internal bahasa mulai diperoleh dari interaksi dalam lingkungan. Bandura memandang perkembangan bahasa dari sudut teori belajar sosial. Ia berpendapat bahwa anak belajar bahasa dengan melakukan imitasi atau menirukan suatu model yang berarti tidak harus menerima penguatan dari orang lain. Pandangan behavioristik dikritik berkenaan dengan kenyataan bahwa anak pada suatu saat dapat membuat suara-suara baru dalam awal perkembangan bahasanya, dan dapat membentuk kalimat-kalimat baru yang ebrbeda dari yang pernah diajarkan padanya.

c. Teori kognitif 

Para ahli kognitif berpendapat bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti peran aktif anak terhadap lingkungan, cara anak memproses suatu informasi, dan menyimpulkan struktur bahasa. Piaget berpendapat bahwa berpikir sebagai prasyarat berbahasa, terus berkembang secara progresif dan terjadi pada setiap tahap perkembangan sebagai hasil dari pengalaman dan penalaran. Teori kognitif dikritik berkenaan dengan pandangan bahwa bahasa memiliki pengaruh yang kecil terhadap perkembangan kognisi. Pendapat ini bertentangan dengan penelitian yang membuktikan bahwa pengetahuan baru dapat diperoleh seseorang melalui berbicara dan menulis. 

d. Teori Pragmatik 

Teori pragmatik bertitik tolak dari pandangan bahwa tujuan anak belajar bahasa adalah untuk bersosialisasi dan mengarahkan perilaku orang lain agar sesuai dengan keinginannya. Teori pragmatik berasumsi bahwa anak belajar bahasa disebabkan oleh berbagai tujuan dan fungsi bahasa yang dapat mereka peroleh. 

e. Teori Interaksionis 

Kajian tentang teori interaksionis bertitik tolak pada pandangan bahwa bahasa merupakan perpaduan faktor genetik dan lingkungan. Para ahli interaksionis menjelaskan bahwa berbagai faktor seperti sosial, linguistik, kematangan, biologis, dan kognitif, saling mempengaruhi, berinteraksi, dan memodifikasi satu sama lain sehingga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa individu. http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/14/jhptump-a-herniratmi-670-2-babii.pdf